Spiga

Widiyanto, MA. alumnus MAPK Surakarta yang "betah" di Eropa.

Widiyanto lahir di Batang, Jawa Tengah, 22 November tahun tujuh puluhan. Ia adalah alumnus MAPK Surakarta generasi ke 2, lulus pada tahun 1994 ( setahun sebelum Habiburrohman ). Ia adalah staf pengajar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral (S3) di Theinisch Friedrich Wilhelms Universitat di Bonn Jerman, di bidang filsafat.
Semasa belajar di MAPK Surakarta sosok yang agak pendiam ini sebenarnya tidak begitu menonjol di banding rekan seangkatannya seperti Yasir Alimi ( sekarang sedang studi S3 di Australia) dan Budiman Mustofa ( Staf Pengajar Pondok Modern Assalam, dan aktifis dakwah di Solo). Namun menurut penuturan rekan-rekannya Widiyanto adalah pribadi yang tekun.
Tamat dari MAPK Surakarta, sosok yang sangat terkesan dengan Drs. Mahmud MS alm ( guru bahasa Inggris di MAPK tamatan Australia) ini melanjutkan studinya di bidang Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin STAIN Surakarta, kemudian ia mendapat beasiswa dari Departemen Agama untuk studi di pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jogjakarta.
Terinspirasi oleh guru pavoritnya ketika di MAPK Solo, Drs. Mahmud MS, yang pernah belajar di luar negeri, Widiyanto mencoba mencari beasiswa untuk belajar di Eropa. Pada tahun 2003 ia memperoleh beasiswa dari International Institut for Asian Studies (IIAS) untuk belajar di negeri kincir angin Belanda. Maka tahun 2003 - 2005 ia menimba ilmu dari negeri tuan meneer di Rijksuniversiteit ( universitas Negeri ) Leiden di bidang filsafat, dan menulis tesis : Seyyed Hosien Nasr in Science and the Reception of His Idea in Indonesia.
Pengalaman hidup di Eropa tidak membuatnya "kapok" untuk belajar di negeri bule. Meskipun ia harus meninggalkan kampung halamannya, ia melanjutkan studi S3 nya di Eropa. Maka sejak tahun 2006 ia tinggal di Bonn Jerman. Mengalami tinggal di dua negara yang berbeda, bapak dari Adib Asfa Widiyanto ini menuturkan kesan yang berbeda. Di negerinya Van Basten ia terkesan dengan keterbukaan Belanda terhadap budaya dan bahasa bangsa lain. Belanda menyuguhkan budaya yang sangat bervariatif. barangkali karena belanda adalah bangsa pedagang. Demikian ia menganalisa.
Berbeda dengan Belanda, bangsa Jerman memberikan kesan yang lebih mendalam. Jerman, baginya, adalah bangsa yang sangat teliti. Jerman menyajikan ketertiban dan kebersihan yang masih sulit ditiru oleh bangsa Indonesia. Sungai-sungai di Jerman , dan juga kebanyakan di negara Eropa terawat rapi. Tetapi mas Widi belum bisa menyukai makanan Eropa baik belanda maupun Jerman.
Menjadi orang yang "lumayan" sukses tidak membuatnya lupa pada almamater MAPK Surakarta. Bagi nya, fase penting dalam perkembangan intelektualnya terjadi ketika berada di MAPK. Tiga tahun di MAPK ia memperoleh pengemblengan intelektual, rohani, bahasa, motivasi, dan tanggung jawab dalam menyelesakan tugas-tugas. Di MAPK, calon doktor yang menguasai bahasa Arab, Inggris, Belanda dan Jerman ini, memiliki kenangan manis. Ia dulu sering hutang Roti sama Margono ( kakak kelasnya di asrama yang nyambi jualan roti dan mie instan).
Sumber : wawancara via chat.

1 komentar:

  kisbiyanto

15 Januari 2009 pukul 00.47

Assalamu'alaikum....
Siapapun Anda...
Jika ke Kudus Jawa Tengah...
Please, mampir aja di STAIN Kudus....

Maklum, ini alumni MAPK 1993-1996, jadi juragan spidol di depan kelas...ngamalkan pengalam jadi sekretaris OPPK 1994/1995...

Matur nuwun, wassalam

Kisbiyanto.....(kisbiy@yahoo.co.id)(kisbiy.blogspot.com)